Untuk lebih mudah memahami definisi dan perbedaan antara
evoked, inept dan inert set, penulis akan menggunakan contoh melalui
kategori produk sepatu sepak bola. Penjelasan yang digunakan penulis akan
menggunakan konsep evaluation of
alternatives yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2010).
I.
Produk Kategori: Sepatu Sepakbola
A.
Evoked set:
·
Nike
·
Adidas
·
Specs
B.
Inept set:
·
Joma
·
Umbro
·
Puma
·
Kelme
·
League
C.
Inert set:
·
Spotec
II. Argumen
Penulis
sebagai penggemar sekaligus atlit
sepakbola tentunya memiliki pilihan tersendiri dalam menentukan produk mana
yang sesuai dengan kebutuhan penulis. Untuk kategori ini biasanya penulis
menilai produk dari segi kualitas, harga
dan estetika desainnya. Dengan
pertimbangan-pertimbangan tersebut, ada 3 brand
yang selalu penulis pertimbangkan (evoked
set).
![]() |
Nike dan Adidas sebagai market leader |
Akan
tetapi ada satu faktor lagi yang sangat menentukan dalam proses pembelian
produk ini, yaitu feel. Bila melihat
pertimbangan-pertimbangan yang telah penulis sebutkan diatas, penulis cenderung
lebih menyukai produk Nike dibanding yang lainnya. Namun, ketika sedang memilih
dan mencoba ketiga produk tersebut disebuah toko olahraga penulis justru
membeli sepatu bola dengan merk Adidas. Mengapa demikian? Karena ketika penulis
mencoba dan berusaha membandingkan ketiga produk diatas penulis lebih merasa
nyaman dengan sepatu bola merk Adidas tersebut. Desain sepatu Adidas lebih
cocok di kaki penulis dibanding Nike dan Specs. Kenyamanan dalam memakai sepatu
sepakbola adalah hal terpenting menurut penulis.
Disamping
ketiga brand yang telah penulis
sebutkan diatas, tentunya ada brand-brand lain yang juga berkompetisi dalam
kategori produk ini. Diantaranya adalah Joma, Umbro, Puma, Kelme, League dan
Spotec. Namun, brand-brand tersebut tidak masuk ke dalam
pertimbangan penulis ketika ingin membeli sepatu bola (inept set). Dari segi kualitas
brand-brand tersebut masih tertinggal jauh dibanding Nike, Adidas atau
bahkan Specs. Jujur saja penulis kurang menyukai produk-produk dari brand tersebut dari segi desainnya.
Khusus untuk Kelme, penulis pernah membeli produk dari brand tersebut dan nyatanya baru sebulan dipakai pulnya sudah patah dan tidak bisa
digunakan lagi. Kenyataan ini membuat penulis menjadi denial terhadap produk dari Kelme.
Brand terakhir yang penulis sebut diatas, Spotec, bahkan keberadaannya seperti ada dan tiada. Penulis tahu ada produk dengan merk ini namun availabilitynya sangat rendah dan sulit untuk ditemui. Dalam proses evaluation of alternatives yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2010), produk ini termasuk dalam kategori inert set.
Brand terakhir yang penulis sebut diatas, Spotec, bahkan keberadaannya seperti ada dan tiada. Penulis tahu ada produk dengan merk ini namun availabilitynya sangat rendah dan sulit untuk ditemui. Dalam proses evaluation of alternatives yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2010), produk ini termasuk dalam kategori inert set.
Source:
Schiffman and Kanuk, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar