Kamis, 03 Juli 2014

GLOBAL MARKETING STRATEGY: Extention/Adaptation [Contoh Kasus]

Extention/Adaptation Matrix

1. Dual Extention

Print ad Fujifilm Finepix HS50 EXR & S4600
Iklan ini ditemukan pada official fanpage Fujifilm Indonesia di Facebook. Iklan ini sama dengan iklan yang ada di website-website luar negeri, yang memakai material  promosi sama persis, dan cara komunikasi yang sama persis pula untuk pasar di Indonesia.
Kesamaan ciri-ciri pasar yang ada di luar negeri dengan pasar di Indonesia adalah sama-sama melek teknologi dan bukanlah orang-orang yang buta akan bahasa Inggris. Pengguna kamera prosumer di belahan dunia manapun kebanyakan memiliki kepribadian dan pengetahuan yang sama, dan Fujifilm melihat hal ini sebagai keuntungan bagi mereka sehingga mereka bisa memakai 1 materi untuk iklan yang sama untuk banyak audiens tanpa harus mengubah cara komunikasi mereka kepada target audiens.

2. Same product, different communication

TVC McDonalds’s di Amerika Serikat
TVC McDonald’s di Indonesia
Kedua TVC McDonald’s ini berbeda dari cara komunikasinya, meskipun sama-sama mengiklankan brand yang sama yakni McDonald’s. TVC McDonald’s di Amerika Serikat yang bertajuk "Working Together" ini lebih menekankan kepada keceriaan para staf McDonald’s saat mempersiapkan makanan dan minuman untuk para konsumennya, mengingat tingginya minat masyarakat AS untuk menjadi pegawai di McDonald’s di Amerika Serikat.
TVC McDonald’s di Indonesia berbeda pendekatannya, yakni lebih menggunakan pendekatan bagaimana kehangatan bisa ditemukan di McDonald’s, yang disebabkan salah satunya oleh budaya ‘kumpul-kumpul’ yang sering dilakukan orang di Indonesia. Oleh karena itu, TVC McDonald’s di Indonesia yang bertajuk “Semua Senyum” memperlihatkan kebahagiaan orang-orang yang berkumpul sambil makan di McDonalds.

3. Dual Adaptation
         

            LG sebagai produsen dari LG G2 menggunakan strategi dual adaptation pada produk LG G2. Di Indonesia, iklan TV yang disiarkan menampilkan Joe Taslim. Joe Taslim juga ditunjuk menjadi brand ambassador LG G2. Iklan LG G2 versi Korea Selatan (sekaligus iklan global) menampilkan berbagai permasalahan atau kejadian untuk menunjukkan kelebihan fitur-fitur yang dimiliki LG G2. LG G2 versi Indonesia tidak mempunyai slot microSD dan baterainya tidak bisa dilepas, sedangkan LG G2 versi Korea mempunyai slot microSD dan baterainya bisa dilepas. LG G2 versi Indonesia mempunyai kapasitas baterai yang lebih besar yaitu 3000 mAh sedangkan versi korea yang baterainya dapat dilepas hanya mempunyai baterai berkapasitas 2160 mAh.
            Penggunaan Joe Taslim sebagai model iklan LG G2 di Indonesia dikarenakan pada saat itu Joe Taslim merupakan artis yang sedang naik daun dan digandrungi di Indonesia. Penggunaan Joe Taslim sebagai model iklan sekaligus brand ambassador diharapkan mampu meningkatkan penjualan LG G2 di Indonesia. Sedangkan di Korea Selatan, penduduknya jauh lebih aware mengenai teknologi dan cinderung memilih telepon genggam berdasarkan fitur-fitur yang dimilikinya sehingga LG Korea menggunakan iklan yang menceritakan kelebihan fitur-fitur LG G2.
             Perbedaan spesifikasi hardware ini dikarenakan LG ingin memberikan kelebihan pada produknya di negara asal LG, yaitu Korea Selatan. Selain itu, seperti yang telah disebutkan di atas, konsumen Korea Selatan lebih aware mengenai teknologi jika dibandingkan dengan konsumen Indonesia. Oleh karena itu, LG memberikan kemudahan pada konsumen di Korea Selatan dengan memberikan fitur removable battery dan slot microSD pada LG G2 versi Korea Selatan.

4. Different Product, Same Communication

Perbandingan spesifikasi Samsung Galaxy S3 di Indonesia dan Singapore
Print Ad Samsung Galaxy S3
            Samsung Galaxy S3 merupakan sebuah brand asal Korea Selatan yang cukup booming ketika diluncurkan. Walaupun terlihat nyaris serupa akan tetapi produk ini berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui gambar diatas dimana spesifikasi antara produk Samsung Galaxy S3 di Indonesia dan Samsung Galaxy S3 di Singapore ternyata berbeda dalam berbagai segi.
Seperti yang dapat dilihat, nama produknya saja sudah berbeda, di Indonesia dengan nama produk GT-I9300 dan di Singapore dengan nama produk GT-I9305. Di Indonesia Samsung Galaxy S3 disediakan dengan menggunakan teknologi Android 4.0 Ice Cream Sandwich dan di Singapore dengan menggunakan Android 4.1.1 Jellybean. Begitu juga dengan kecepatan Prosessornya, di Indonesia dengan 1.4 Ghz dan di Singapore ditawarkan dengan sedikit lebih baik yaitu 1.5 Ghz.

        Walaupun dengan produk yang berbeda, pendekatan yang dilakukan Samsung S3 terhadap konsumennya selalu sama. Sama-sama mengusung tagline “Design for Human” di setiap negara produk Samsung Galaxy S3 ditujukan untuk kalangan eksekutif muda. Samsung selalu menonjolkan desainnya yang elegan dengan fitur-fitur kelas atas. Print adnya selalu dibuat simpel dan modern untuk menyasar konsumennya tersebut

Rabu, 02 Juli 2014

EVOKED, INEPT DAN INERT SET

         Untuk lebih mudah memahami definisi dan perbedaan antara evoked, inept dan inert set, penulis akan menggunakan contoh melalui kategori produk sepatu sepak bola. Penjelasan yang digunakan penulis akan menggunakan konsep evaluation of alternatives yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2010). 




I.                    Produk Kategori: Sepatu Sepakbola


A.                 Evoked set:

·            Nike
·            Adidas
·            Specs

B.                 Inept set:

·           Joma
·           Umbro
·           Puma
·           Kelme
·           League

C.                 Inert set:

·            Spotec

II.                  Argumen


Ada banyak brand  yang bersaing dalam kategori produk sepatu sepakbola. Mulai dari brand ternama seperti Nike dan Adidas hingga brand lokal seperti Specs dan League. Setiap brand memiliki keunikannya masing-masing. Banyaknya brand tersebut membuat konsumen memiliki banyak pilihan dalam mencari produk yang diinginkan sesuai kebutuhannya.

Penulis sebagai penggemar sekaligus  atlit sepakbola tentunya memiliki pilihan tersendiri dalam menentukan produk mana yang sesuai dengan kebutuhan penulis. Untuk kategori ini biasanya penulis menilai produk dari segi kualitas, harga  dan estetika desainnya.  Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, ada 3 brand yang selalu penulis pertimbangkan (evoked set).  

Nike dan Adidas sebagai market leader
Yang pertama adalah Nike, menurut penulis produk ini memiliki kualitas tinggi dengan teknologi-teknologi mutakhir. Selain itu desain Nike bisa dibilang lebih unggul dibanding para kompetitor-kompetitornya karena terlihat sangat indah. Yang kedua adalah Adidas, yang merupakan kompetitor utama Nike  dalam kategori produk ini. Dari segi kualitas Adidas sama baiknya dengan Nike, bahkan ada yang bilang produk Adidas lebih durable. Brand ketiga adalah Specs. Beberapa tahun lalu mungkin Specs sama sekali tidak masuk pertimbangan penulis ketika ingin membeli sepatu bola, tetapi Specs kini telah berkembang dari segi kualitas. Selain itu, Specs merupakan brand asli Indonesia sehingga harganya cukup terjangkau dibanding kedua brand diatas.

Akan tetapi ada satu faktor lagi yang sangat menentukan dalam proses pembelian produk ini, yaitu feel. Bila melihat pertimbangan-pertimbangan yang telah penulis sebutkan diatas, penulis cenderung lebih menyukai produk Nike dibanding yang lainnya. Namun, ketika sedang memilih dan mencoba ketiga produk tersebut disebuah toko olahraga penulis justru membeli sepatu bola dengan merk Adidas. Mengapa demikian? Karena ketika penulis mencoba dan berusaha membandingkan ketiga produk diatas penulis lebih merasa nyaman dengan sepatu bola merk Adidas tersebut. Desain sepatu Adidas lebih cocok di kaki penulis dibanding Nike dan Specs. Kenyamanan dalam memakai sepatu sepakbola adalah hal terpenting menurut penulis.

Disamping ketiga brand yang telah penulis sebutkan diatas, tentunya ada brand-brand lain yang juga berkompetisi dalam kategori produk ini. Diantaranya adalah Joma, Umbro, Puma, Kelme, League dan Spotec. Namun, brand-brand tersebut tidak masuk ke dalam pertimbangan penulis ketika ingin membeli sepatu bola (inept set). Dari segi kualitas  brand-brand tersebut masih tertinggal jauh dibanding Nike, Adidas atau bahkan Specs. Jujur saja penulis kurang menyukai produk-produk dari brand tersebut dari segi desainnya. Khusus untuk Kelme, penulis pernah membeli produk dari brand tersebut dan nyatanya baru sebulan dipakai pulnya sudah patah dan tidak bisa digunakan lagi. Kenyataan ini membuat penulis menjadi denial terhadap produk dari Kelme. 

Brand terakhir yang penulis sebut diatas, Spotec, bahkan keberadaannya seperti ada dan tiada. Penulis tahu ada produk dengan merk ini namun availabilitynya sangat rendah dan sulit untuk ditemui. Dalam proses evaluation of alternatives  yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2010), produk ini termasuk dalam kategori inert set.


                                                                Source: Schiffman and Kanuk, 2010